Ilmu kimiadi kemudian
hari berkembang sangat pesat dan dikenal banyak orang. Tapi, hanya
sedikit yang tahu siapa sejatinya orang pertama yang menemukan ilmu
eksakta tersebut. Adalah Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan (721-815 H), ilmuwan
Muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan disiplin ilmu kimia tadi.
Lahir di kota peradaban Islam klasik, Kuffah (Irak), ilmuwan Muslim ini lebih dikenal dengan nama Ibnu Hayyan. Sementara di Barat ia dikenal dengan nama Ibnu Geber.
Ayahnya, seorang penjual obat, meninggal sebagai ‘syuhada’ demi
penyebaran ajaran Syi’ah. Jabir kecil menerima pendidikannya dari raja
bani Umayyah, Khalid Ibnu Yazid Ibnu Muawiyah, dan imam terkenal, Jakfar
Sadiq. Ia juga pernah berguru pada Barmaki Vizier pada masa
kekhalifahan Abbasiyah pimpinan Harun Al Rasyid.
Ditemukannya kimia oleh Jabir ini membuktikan, bahwa ulama di masa
lalu tidak melulu lihai dalam ilmu-ilmu agama, tapi sekaligus juga
menguasai ilmu-ilmu umum. “Sesudah ilmu kedokteran, astronomi, dan
matematika, bangsa Arab memberikan sumbangannya yang terbesar di bidang
kimia,” tulis sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam History of The
Arabs. Berkat penemuannya ini pula, Jabir dijuluki sebagai Bapak Kimia
Modern.
Dalam karirnya, ia pernah bekerja di laboratorium dekat Bawwabah di
Damaskus. Pada masamasa inilah, ia banyak mendapatkan pengalaman dan
pengetahuan baru di sekitar kimia. Berbekal pengalaman dan
pengetahuannya itu, sempat beberapa kali ia mengadakan penelitian soal
kimia. Namun, penyelidikan secara serius baru ia lakukan setelah umurnya
menginjak dewasa.
Dalam penelitiannya itu, Jabir mendasari eksperimennya secara
kuantitatif dan instrumen yang dibuatnya sendiri, menggunakan bahan
berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani. Jabir mempunyai kebiasaan yang
cukup konstruktif mengakhiri uraiannya pada setiap eksperimen. Antara
lain dengan penjelasan : “Saya pertamakali mengetahuinya dengan melalui
tangan dan otak saya dan saya menelitinya hingga sebenar mungkin dan
saya mencari kesalahan yang mungkin masih terpendam “.
Dari Damaskus ia kembali ke kota kelahirannya, Kuffah. Setelah 200
tahun kewafatannya, ketika penggalian tanah dilakukan untuk pembuatan
jalan, laboratoriumnya yang telah punah, ditemukan. Di dalamnya didapati
peralatan kimianya yang hingga kini masih mempesona, dan sebatang emas
yang cukup berat.
Teori Jabir
Pada perkembangan berikutnya, Jabir Ibnu Hayyan membuat instrumen
pemotong, peleburan dan pengkristalan. Ia menyempurnakan proses dasar
sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur,
penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan
oksidasi-reduksi.
Semua ini telah ia siapkan tekniknya, praktis hampir semua
‘technique’ kimia modern. Ia membedakan antara penyulingan langsung yang
memakai bejana basah dan tak langsung yang memakai bejana kering.
Dialah yang pertama mengklaim bahwa air hanya dapat dimurnikan melalui
proses penyulingan.
Khusus menyangkut fungsi dua ilmu dasar kimia, yakni kalsinasi dan
reduksi, Jabir menjelaskan, bahwa untuk mengembangkan kedua dasar ilmu
itu, pertama yang harus dilakukan adalah mendata kembali dengan
metoda-metoda yang lebih sempurna, yakni metoda penguapan, sublimasi,
destilasi, penglarutan, dan penghabluran.
Setelah itu, papar Jabir, memodifikasi dan mengoreksi teori
Aristoteles mengenai dasar logam, yang tetap tidak berubah sejak awal
abad ke 18 M. Dalam setiap karyanya, Jabir melaluinya dengan terlebih
dahulu melakukan riset dan eksperimen. Metode inilah yang
mengantarkannya menjadi ilmuwan besar Islam yang mewarnai renaissance
dunia Barat.
Namun demikian, Jabir tetap saja seorang yang tawadlu’ dan
berkepribadian mengagumkan. “Dalam mempelajari kimia dan ilmu fisika
lainnya, Jabir memperkenalkan eksperimen objektif, suatu keinginan
memperbaiki ketidakjelasan spekulasi Yunani. Akurat dalam pengamatan
gejala, dan tekun mengumpulkan fakta. Berkat dirinya, bangsa Arab tidak
mengalami kesulitan dalam menyusun hipotesa yang wajar,” tulis Robert
Briffault.
Menurut Briffault, kimia, proses pertama penguraian logam yang
dilakukan oleh para metalurg dan ahli permata Mesir, mengkombinasikan
logam dengan berbagai campuran dan mewarnainya, sehingga mirip dengan
proses pembuatan emas. Proses demikian, yang tadinya sangat
dirahasiakan, dan menjadi monopoli perguruan tinggi, dan oleh para
pendeta disamarkan ke dalam formula mistik biasa, di tangan Jabir bin
Hayyan menjadi terbuka dan disebarluaskan melalui penyelidikan, dan
diorganisasikan dengan bersemangat.
Terobosan Jabir lainnya dalam bidang kimia adalah preparasi asam
sendawa, hidroklorik, asam sitrat dan asam tartar. Penekanan Jabir di
bidang eksperimen sistematis ini dikenal tak ada duanya di dunia. Inilah
sebabnya, mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai ‘Bapak Ilmu Kimia
Modern’ oleh sejawatnya di seluruh dunia. Dalam tulisan Max Mayerhaff,
bahkan disebutkan, jika ingin mencari akar pengembangan ilmu kimia di
daratan Eropa, maka carilah langsung ke karyakarya Jabir Ibnu Hayyan.
Puaskah Jabir? Tidak! Ia terus mengembangkan keilmuannya sampai batas
tak tertentu. Dalam hal teori keseimbangan misalnya, diakui para
ilmuwan modern sebagai terobosan baru dalam prinsip dan praktik alkemi
dari masa sebelumnya. Sangat spekulatif, di mana Jabir berusaha mengkaji
keseimbangan kimiawi yang ada di dalam suatu interaksi zat-zat
berdasarkan sistem numerologi (studi mengenai arti klenik dari sesuatu
dan pengaruhnya atas hidup manusia) yang diterapkannya dalam kaitan
dengan alfabet 28 huruf Arab untuk memperkirakan proporsi alamiah dari
produk sebagai hasil dari reaktan yang bereaksi. Sistem ini niscaya
memiliki arti esoterik, karena kemudian telah menjadi pendahulu
penulisan jalannya reaksi kimia.
Jelas dengan ditemukannya proses pembuatan asam anorganik oleh Jabir
telah memberikan arti penting dalam sejarah kimia. Di antaranya adalah
hasil penyulingan tawas, amonia khlorida, potasium nitrat dan asam
sulferik. Pelbagai jenis asam diproduksi pada kurun waktu eksperimen
kimia yang merupakan bahan material berharga untuk beberapa proses
industrial. Penguraian beberapa asam terdapat di dalam salah satu
manuskripnya berjudul Sandaqal-Hikmah (Rongga Dada Kearifan) .
Seluruh karya Jabir Ibnu Hayyan lebih dari 500 studi kimia, tetapi
hanya beberapa yang sampai pada zaman Renaissance. Korpus studi kimia
Jabir mencakup penguraian metode dan peralatan dari pelbagai
pengoperasian kimiawi dan fisikawi yang diketahui pada zamannya. Di
antara bukunya yang terkenal adalah Al Hikmah Al Falsafiyah yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berjudul SummaPerfecdonis.
Suatu pernyataan dari buku ini mengenai reaksi kimia adalah: “Air
raksa (merkuri) dan belerang (sulfur) bersatu membentuk satu produk
tunggal, tetapi adalah salah menganggap bahwa produk ini sama sekali
baru dan merkuri serta sulfur berubah keseluruhannya secara lengkap.
Yang benar adalah bahwa, keduanya mempertahankan karakteristik alaminya,
dan segala yang terjadi adalah sebagian dari kedua bahan itu
berinteraksi dan bercampur, sedemikian rupa sehingga tidak mungkin
membedakannya secara seksama. Jika dihendaki memisahkan bagianbagian
terkecil dari dua kategori itu oleh instrumen khusus, maka akan tampak
bahwa tiap elemen (unsur) mempertahankan karakteristik teoretisnya.
Hasilnya adalah suatu kombinasi kimiawi antara unsur yang terdapat dalam
keadaan keterkaitan permanen tanpa perubahan karakteristik dari
masing-masing unsur.”
Ide-ide eksperimen Jabir itu sekarang lebih dikenal/dipakai sebagai
dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan
metal, nonmetal dan penguraian zat kimia. Dalam bidang ini, ia
merumuskan tiga tipe berbeda dari zat kimia berdasarkan unsur-unsurnya:
- Air (spirits), yakni yang mempengaruhi penguapan pada proses pemanasan, seperti pada bahan camphor, arsenik dan amonium klorida,
- Metal, seperti pada emas, perak, timah, tembaga, besi, dan
- Bahan campuran, yang dapat dikonversi menjadi semacam bubuk.
Berikutnya di tahun 1678, ilmuwan Inggris lainnya, Richard Russel, mengalihbahasakan karya Jabir yang lain dengan judul Summa of Perfection. Berbeda dengan pengarang sebelumnya, Richard-lah yang pertama kali menyebut Jabir dengan sebutan Geber, dan memuji Jabir sebagai seorang pangeran Arab dan filsuf. Buku ini kemudian menjadi sangat populer di Eropa selama beberapa abad lamanya. Dan telah pula memberi pengaruh pada evolusi ilmu kimia modern.
Karya lainnya yang telah diterbitkan adalah; Kitab al Rahmah, Kitab al Tajmi, Al Zilaq al Sharqi, Book of The Kingdom, Book of Eastern Mercury, dan Book of Balance (ketiga buku terakhir diterjemahkan oleh Berthelot). “Di dalamnya kita menemukan pandangan yang sangat mendalam mengenai metode riset kimia,” tulis George Sarton. Dengan prestasinya itu, dunia ilmu pengetahuan modern pantas ‘berterima kasih’ padanya.
Download Latihan Soal KIMIA UN SMA 2010 – IPA
download soal UN kimia SMA
0 komentar:
Posting Komentar