Dalam suatu reaksi kimia
berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan semula (awal) sampai keadaan
akhir diperkirakan melalui beberapa tahap reaksi.
Contoh: 4 HBr(g) + O2(g) ® 2 H2O(g) + 2 Br2(g)
Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2
bereaksi dengan 4 molekul HBr. Suatu reaksi baru dapat berlangsung
apabila ada tumbukan yang berhasil antara molekul-molekul yang bereaksi.
Tumbukan sekaligus antara 4 molekul HBr dengan 1 molekul O2
kecil sekali kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin
berhasil adalah tumbukan antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1
molekul O2. Hal ini berarti reaksi di atas harus berlangsung dalam beberapa tahap dan diperkirakan tahap-tahapnya adalah :
Tahap 1: | HBr + O2 | ® HOOBr | (lambat) |
Tahap 2: | HBr + HOOBr | ® 2HOBr | (cepat) |
Tahap 3: | (HBr + HOBr | ® H2O + Br2) x 2 | (cepat) |
—————————————————— + | |||
4 HBr + O2 | –> 2H2O + 2 Br2 |
Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen
kecepatan berlangsungnya reaksi tersebut ditentukan oleh kecepatan
reaksi pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang berlangsungnya paling lambat.
Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi
disebut “mekanisme reaksi” dan kecepatan berlangsungnya reaksi
keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat dalam mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu kecepatan reaksi.
Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang bagaimana suatu reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan reaksi antara dua jenis molekul A dan B sama dengan jumiah tumbukan yang terjadi per satuan waktu antara kedua jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi persatuan waktu sebanding dengan konsentrasi A dan konsentrasi B. Jadi makin besar konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah tumbukan yang terjadi.
TEORI TUMBUKAN INI TERNYATA MEMILIKI BEBERAPA KELEMAHAN, ANTARA LAIN :
- tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu yang harus dilewati (disebut energi aktivasi = energi pengaktifan) untak dapat menghasilkan reaksi. Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama dengan energi pengaktifan (Ea).
- molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang sederhana struktur ruangnya.
A + B → T* –> C + D
dimana:
- A dan B adalah molekul-molekul pereaksi
- T* adalah molekul dalam keadaan transisi
- C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi
SECARA DIAGRAM KEADAAN TRANSISI INI DAPAT DINYATAKAN SESUAI KURVA BERIKUT
Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (Ea) merupakan energi keadaan awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal tersebut berarti bahwa molekul-molekul pereaksi harus memiliki energi paling sedikit sebesar energi pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai keadaan transisi (T*) dan kemudian menjadi hasil reaksi (C + D).
Catatan :
energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi minimum yang dibutuhkan oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat melangsungkan reaksi.
0 komentar:
Posting Komentar